Senin, 06 April 2009

BAGAIMANA CARA GURU MELIBATKAN SISWA

Sampai saat ini pendidikan matematika di Indonesia masih menghadapi tantangan yang berat yaitu rendahnya prestasi belajar matematika siswa di sekolah. Baik dari aspek kemampuan untuk mengerti matematika sebagai pengetahuan tetapi juga aspek rendahnya sikap terhadap matematika. Salah satu faktor yang dituding berpengaruh besar terhadap rendahnya prestasi belajar tersebut adalah ketidaktepatan strategi mengajar guru.

Sudah sewajarnya jika guru berusaha mengubah paradigma pengajaran dari mengajar ke belajar sehingga siswa bisa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan mengoptimalkan seluruh potensi dan perkembangan anak. Implikasinya guru harus memahami bagaimana anak belajar matematika dan mampu melibatkan siswa dalam pembelajaran sehingga menjadi efektif.

Beberapa usaha yang dapat dilakukan guru dalam melibatkan siswa dalam pembelajaran matematika, diantaranya:

a. Tahap Persiapan:

Merancang dan menyusun sumber belajar yang tepat, efektif dan efisien disesuaikan dengan minat, kondisi, potensi dan karakteristik heterogen para siswanya. Dalam hal ini guru harus berupaya mencari berbagai referensi baik berupa buku, jurnal, media massa, media elektronik, dan internet.

Merancang dan menyusun LKS (Lembar Kerja Siswa). LKS tidak hanya merupakan kumpulan soal tetapi dapat merupakan sumber informasi, teori atau penemuan terbimbing. LKS juga tidak harus selalu satu macam, tetapi dapat dikembangkan banyak ragam dalam satu kali pertemuan.

Menyusun dan membuat alat peraga yang murah, mudah digunakan, praktis dan bahan-bahan pembuatnya mudah diperoleh di sekitar lingkungan siswa. Contoh: dalam pembelajaran bilangan bulat dapat digunakan alat peraga berupa kartu domino bilangan bulat, permainan ular tangga bilangan bulat, kaos dua warna, kelereng dua warna, manik-manik dua warna atau dengan menggunakan kedua tangan siswa sendiri (Jari Hitam Putih).

Memilih dan menentukan skema pembelajaran yang sesuai dengan minat, kondisi, potensi dan karakteristik heterogen para siswanya.

Memilih model pembelajaran yang variatif seperti model pembelajaran kooperatif, CTL (Contextual Teaching Learning), PBL (Problem Bassed Learning), RME (Realistic Mathematics Education), Open-ended, dan sebagainya. Guru harus memiliki pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan model-model pembelajaran yang dipilihnya. Di sini guru harus pandai dan cermat serta tanggap terhadap kondisi di kelas, harus dapat cepat mengantisipasi kemungkinan model pembelajaran yang dipilihnya tidak sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Guru harus mampu mencari solusi dengan tidak ngotot menggunakan satu model pembelajaran saja. Karena model pembelajaran yang terbaik bagi siswa adalah yang paling akomodatif terhadap kebutuhan belajar siswa.

Merancang dan mempersiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) atau Lesson Plan yang tepat dan sesuai. Guru dan siswa dapat bersama-sama merancang dan memilih komponen-komponen dalam RPP disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan belajar siswa, misalnya dalam penentuan dan pemilihan media pembelajaran, alat peraga, model pembelajaran dan jenis penilaian.

Melakukan kegiatan assesment yang sesuai dengan kondisi dan potensi siswa. Assesment biasanya diartikan sebagai penilaian. Sesungguhnya yang dimaksud assesment atau penilaian adalah kegiatan untuk mengetahui apakah tindakan yang telah dikerjakan sebelumnya cukup berharga atau tidak. Jadi pada dasarnya yang dinilai itu adalah program, yaitu suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, lengkap dengan rincian tujuan dari kegiatan tersebut. Aspek yang dinilai ada dua yaitu tingkat keberhasilan dan tingkat efisiensi pelaksanaan program pembelajaran. Guru bersama-sama siswa memilih dan menentukan metode dan teknik assessment yang akan digunakan.

b. Tahap Pelaksanaan

  • Guru berperan sebagai pelayan dan fasilitator tapi tidak mendominasi kegiatan pembelajaran.
  • Guru memantau kegiatan pembelajaran, melihat proses pembelajaran.
  • Guru memberi penjelasan jika siswa membutuhkan. Hal ini penting dilakukan agar siswa terbiasa menjadi siswa otonom yang mandiri tanpa harus selalu meminta bimbingan dan bantuan guru.
  • Guru memberi penghargaan atau pujian bagi siswa atau kelompok yang telah melakukan tugas-tugasnya dengan baik.
  • Guru mengatur ritme atau durasi waktu pembelajaran, tetapi jika diperlukan dapat memberi toleransi waktu sesuai dengan kebutuhan selama kegiatan pembelajaran.
  • Guru memberi kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil karya individu atau karya kelompok di depan teman-temannya agar memiliki mental berani mengemukakan pendapat di depan umum, berani menerima kritik dan saran.
  • Guru memberikan penghargaan bagi siswa atau kelompok yang berani tampil.

c. Tahap Evaluasi

  • Siswa menentukan penilaian terhadap siswa dan kelompok lainnya, dilakukan secara silang. Masing-masing siswa menilai siswa atau kelompok lain.
  • Guru memiliki penilaian tersendiri yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penilaian pada akhir kegiatan pembelajaran.
  • Guru membuat catatan-catatan penting yang berisi hal-hal penting seperti kejadian-kejadian lucu, aneh atau hal-hal menarik selama pembelajaran berlangsung.
  • Guru mencatat pertanyaan, komentar-komentar siswa berkenaan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan.

d. Refleksi

  • Guru meminta pendapat, kesan atau komentar terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Jika siswa belum terbiasa bersikap terbuka, guru dapat melakukannya dalam bentuk angket sederhana yang diisi oleh siswa tanpa disertai identitas siswa.
  • Guru dan siswa bersama-sama mengevaluasi kelemahan dan kelebihan dari kegiatan yang telah dilaksanakan.
  • Guru membacakan catatan-catatan yang telah dibuatnya disertai komentar yang menarik diselingi humor, menjawab pertanyaan yang belum tuntas terjawab, atau bahkan memberikan umpan pertanyaan agar pemahaman siswa terhadap kegiatan yang telah dilakukan lebih baik lagi, di hadapan para siswanya untuk menciptakan keakraban dan rasa kebersamaan antara guru dan siswa.
  • Guru bersama-sama siswa, berdasarkan hasil evaluasi kegiatan yang telah dilakukan, menyusun dan merancang kegiatan pembelajaran pada pertemuan atau topik berikutnya.

Sungguh bukan suatu pekerjaan mudah untuk menjadi seorang guru matematika yang dapat memahami keinginan, minat dan kebutuhan siswa yang sangat heterogen. Dengan orientasi pembelajaran yang telah terbiasa berpusat pada guru, membuat guru terlena, merasa diri paling hebat, paling pintar terutama di hadapan murid-muridnya. Sementara bukan perkara mudah juga merubah kebiasaan yang mungkin (hampir) mengendap dalam jiwa seorang guru.

Kendala lain adalah adanya image buruk bagi seorang guru matematika yang digambarkan sebagai sosok bagaikan seorang hakim yang akan membacakan vonis bagi terdakwa. Ruang kelas bagi siswa tak ubahnya ruang sidang di mana mereka harus mau maju ke depan mengerjakan perintah gurunya, menjawab pertanyaan yang jika salah akan menjadi hal yang memalukan bagi siswa di hadapan teman-temannya. Lantas apakah guru harus pandai melawak untuk menghilangkan image tersebut? Tentu tidak, masih banyak cara yang lebih cerdas untuk dapat merubah image buruk guru matematika di hadapan siswa tanpa harus merubah pribadi guru jadi pelawak. Misalnya dengan membina hubungan keterbukaan berupa dialog dengan siswa. Penampilan guru yang santai, murah senyum, tidak mudah marah, mau menerima kekhasan, keunikan prilaku siswa yang notabene adalah para remaja yang ingin diterima apa adanya. Namun guru tetap menjaga wibawa dan berlaku adil serta memberi suri tauladan yang baik bagi siswa.

Kesulitan, kendala dan penghalang dalam merubah paradigma belajar lama yang berorientasi pada guru (teacher-oriented) menjadi berorientasi pada siswa (student-oriented) tadi dapat kita upayakan untuk dapat diatasi dengan menumbuhkan kesadaran para guru matematika akan kesalahan orientasi pada kegiatan pembelajaran di kelasnya, menyadari keunikan dan kekhasan para siswanya, peduli pada kebutuhan belajar siswa, menyadari tujuan pembelajaran matematika yang sesungguhnya, mempunyai kemauan untuk berubah, memulai perubahan tersebut dimulai secara individu kemudian bersama-sama dengan guru-guru lain, serta senantiasa meningkatkan kemampuan pedagogik, profesional, sosial dan personal.

Semoga upaya yang kita lakukan bersama dapat menjadi satu langkah maju untuk mencapai kualitas KEDUA dalam matematika, pendidikan matematika, dan pembelajaran matematika. Amiin.